BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hak
cipta termasuk dalam hukum dagang, meskipun hak cipta ini hanya mempunya
hubungan tidak langsung dengan perusahaan. RUU tentang Hak Cipta yang baru
telah diajukan oleh pemerintah kepada DPR dan telah disetujui pada rapat
paripurnanya tanggal 29 Februari 1982, dan telah diumumkan dalam L.N. Tahun
1982 Nomor 15, sedangkan penjelasannya dimuat dalam T.L.N. Tahun 1982 Nomor
3217, tanggal 12 April 1982.
Undang-Undang
Hak Cipta ini lebih maju sekali jika dibandingkan dengan “Auteurswet” Tahun
1912. Dalam undang-undang ini selain dimasukkan unsur baru berhubungan dengan
adanya perkembangan teknologi, dimasukkan juga unsur kepribadian Indonesia,
yang mengayomi, baik bagi kepentingan individu, maupun bagi masyarakat, sehingga
terdapat keseimbangan yang serasi antara dua kepentingan tersebut. Walaupun
pada pasal 2 undang-undang ini ditentukan bahwa hak cipta adalah hak khusus,
tetapi sesuai dengan jiwa yang terkandung pada pasal 33 Undana-Undang Dasar
1945, maka hak khusus tersebut mengandung fungsi social, dalam arti bahwa hak
khusus itu kekuatannya dibatasi dengan kepentingan umum.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
pengertian dan sifat Hak Cipta ?
2. Bagaimakah
perkecualian dan batasan hak cipta ?
3. Bagaimana
karakter dalam hak cipta ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hak Cipta
Mengenai
hak cipta ini diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 (L.N. 1982 No. 15).
Undang-Undang Hak Cipta ini mencabut “Auteurswet 1912” (S. 1912-600), yang
sudah tidak sesuai dengan kemajuan teknologi dan kemajuan pembangunan Indonesia
pada saat ini. Istilah hukum pertama yang harus mendapat perhatian adalah “Hak
Cipta” Pasal 2 UUHC yang berbunyi: “Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta,
maupun bagi penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, maupun
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangn yang berlaku”. Yang dimaksud hak khusus bagi
pencipta adalah bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu,
kecuali dengan izin pencipta . Hak cipta yang bersifat khusus ini diberikan
oleh undang-undang kepeda pencita. Sedangkan yang dimaksud dengan ”pencipta”
menurut pasal 1 huruf (a) UUHC adalah seorang atau beberapa orang yang secara
bersama berdasarkan inspirasinya melahirkan suatu ciptaan, yang bersumber dari
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Hasil setiap karya
pencipta tersebut dinamakan ciptaan, yang timbul dari lapangan ilmu, seni dan
sastra. Ciptaan itu harus asli, dalam arti tidak meniru.
B.
Sifat
Hak Cipta
Mengenai
sifat-sifat hak cipta, sebagaimana diterangkan pada pasal-pasal di bawah ini:
Pasal 1
Hak
cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari pada yang mendapat
hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan
atau kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak, dengan mengingat
pembatasan-pembatasan yang ditentukan dalam undang-undang (K.U.H.Pt. 570).
Pasal
2
Hak
cipta dianggap sebagai barang bergerak. Hak itu pindah dengan warisan, dan
dapat diserahkan seluruhnya atau sebagian. Penyerahan seluruhnya atau sebagian
dari hak cipta hanya boleh dilakukan dengan akte otentik atau akte dibawah
tangan. Penyerahan itu hanya mengenai wewenang- wewenang, sebagaimana yang
disebutkan dalam akte penyerahan itu atau merupakan akibat mutlak yang timbul
menurut sifat dan tujuan dari persetujuan yang diadakan (K.U.H.Pt. 511, 613,
U.U.C, 51). Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemilikanya,
yaitu pencipta, demikan juga hak cipta atas ciptaan-ciptaan yang belum
diumumkan setelah pencipta meninggal dunia yang didapat oleh seseorang, yang
memilikinya sebagai warisan atau sebagai wasiat dari pencipta, tidak dapat
disita (pasal 4 UUHC).
C.
Perkecualian
dan Batasan Hak Cipta
Perkecualian
hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur
dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin
yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan
tanpa dianggap melanggar hak cipta. Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku
di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta
(pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan
terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan
sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah
"kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat
atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan
ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus
untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang
dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit
jika ada. Contoh lain, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) “program
computer” diperbolehkan membuat salinan atas program computer yang dimilikinya
untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Dalam
karya fotografi, hak cipta foto umumnya dipegang oleh fotografer, namun foto
seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan
dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UUHC Indonesia secara
khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain daripada itu, Undang-Undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan, berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan yang “apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai suatu agama, ataupun menimbulkan masalah, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma, kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17).
Selain daripada itu, Undang-Undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan, berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan yang “apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai suatu agama, ataupun menimbulkan masalah, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma, kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17).
Menurut
UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau
pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya
keputusan-keputusan dalam memutuskan suatu sengketa.
Pasal
14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang
Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak
cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
D.
Karakter
Hak Cipta
1.
Masa
Berlakunya Hak Cipta
Hak
cipta berlaku selama pencipta masih hidup ditambah 25 tahun setelah dia
meninggal dunia (pasal 26 ayat 1 UUHC). Sesuai dengan ketentuan bahwa hak cipta
mempunyai fungsi social, maka berlakunya hak cipta ditentukan lebih pendek
daripada yang telah ditentukan dalam undang-undang lama, dimaksudkan agar hak
cipta tersebut tidak terlalu lama berada ditangan orang tertentu. Menurut U.U.C
1912, pasal 37, jangka waktu tersebut adalah 50 tahun.
Jika
hak cipta tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka hak cipta berlaku
selama hidup pencipta yang terlama hidupnya, ditambah dengan jangka waktu 25
tahun sesudah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 2 UUHC). Jangka waktu 25 tahun
tersebut dihitung sejak pencipta yang terlama hidupnya meninggal dunia.
Jika
pada suatu ciptaan tidak dicantumkan sama sekali nama penciptanya atau bila
pencantuman itu sedemikian rupa, sehingga pencipta yang sebenarnya tidak
diketahui, maka hak cipta itu berlaku selama 25 tahun sejak ciptaan itu
diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal 26 ayat 3 UUHC). Begitu pula jika
penciptanya adalah suatu badan hukum (pasal 26 ayat 4 UUHC).
Hak
cipta atas ciptaan karya fotografi atau karya seni sinematografi atau ciptaan
sejenis, berlaku 15 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama
kalinya (pasal 27 UUHC). Mengenai hal ini ditetapkan waktu yang lebih pendek
dikarenakan karya cipta fotografi atau sinematografi itu aktualitasnya tidak
begitu tahan lama.
2.
Hasil
Ciptaan atau Hak Cipta Yang Dijual
Jika
suatu hasil ciptaan dijual kepada seorang pembeli, sedangkan hak ciptanya tidak
turut serta diserahkan, maka hak cipta masih tetap ada di tangan penciptanya
(pasal 25 ayat 1 UUHC). Begitu pula ketika sudah dijual secara keseluruhan atau
sebagian, maka penjual yang sama tidak boleh menjual hak cipta tersebut untuk
yang kedua kalinya kepada orang lain (pasal 25 ayat 2 UUHC) karena hak cipta
tersebut sudah bukan miliknya lagi.
3.
Pendaftaran
Ciptaan
Untuk
kepentingan kepastian hukum, sebaiknya semua ciptaan harus didaftarkan.
Keuntungan hak cipta yang didaftarkan adalah bahwa seseorang yang mendaftarkan
suatu ciptaan, dianggap sebagai penciptanya. Jadi, kebenaran dalam hal ini
harus dicari di hadapan hakim, bukan pejabat pendaftar.
Undang-undang
menunjuk Departemen Kehakiman sebagai penyelenggara pendaftaran hak cipta
(pasal 29 ayat 1 UUHC). Dalam hal ini Departemen Kehakiman mempunyai dua tugas,
yaitu:
a. menyelenggarakan
pendaftaran penciptaan dalam daftar umum ciptaan
b. mengumumkan
secara resmi tentang pendaftaran itu. Mengenai pengumuman itu tidak ditetapkan
dalam pasal ini, tetapi dalam pasal 34 ayat 2 UUHC, yang menentukan bahwa
pendaftaran ciptaan itu harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia.
Dalam
pasal 29 ayat 2 UUHC ditentukan bahwa daftar umum ciptaan itu dapat dilihat
oleh setiap orang di kantor Departemen Kehakiman tanpa dipungut bayaran.
Berhubungan dengan hal tersebut, maka setiap orang yang membutuhkan, dapat
memperoleh suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan membayar
biaya administrasi yang besarnya ditentukan oleh Menteri Kehakiman (pasal 29
ayat 3 UUHC. Jadi menurut pasal 29 ayat 2 dan 3 UUHC, daftar umum ciptaan itu
bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat melihat daftar itu dan dapat pula
meminta salinannya (petikannya) dengan membayar uang administrasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagaiman
telah diterangkan di atas bahwasanya hak cipta itu memiliki
ketentuan-ketentuan, tata cara pendaftaran, sifat-sifatnya, dan lain sebagainya
yang tercantum dalam UUHC dengan tujuan untuk melindungi setiap ciptaan yang
telah diciptakan oleh penciptanya agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggungjawab, yang mungkin bisa menyalahgunakan suatu ciptaan
untuk kepentingannya semata. Sehingga adanya aturan yang mengatur hal ini
membuat setiap orang dapat merasa aman dalam mengakui ciptaannya sendiri dan
tidak dapat mengklaim buatan orang lain.
Undang
– undang pun mengatur bagaimana hak cipta itu dipatenkan sehingga pemilik dapat
mempatenkan produknya sendiri. Hal ini akan memajukan kreatifitas masing –
masing sumber daya manusia yang kita miliki agar lebih meningkatkan
produktifitasnya masing-masing.
B.
Saran
– Saran
Demikanlah
yang dapat kami sampaikan, Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik, saran, atau masukan dari
Bapak/Ibu dan teman-teman semua demi sebuah perubahan menuju arah yang lebih
baik. Mudah-mudahan makalah ini dapat sedikit menambah pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Komenk,
Blog Komenk CB100, http://komenkcb.blogspot.com/2012/03/makalah-hak-cipta.html
(06
Juni 2014)
Purwsutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,
Jakarta: Djambatan, 1995.
Simorangkir, J.C.T, Hak Cipta, Jakarta: Djambatan, 1973.
0 Komentar