BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menyadari kenyataan sejauh ini
Indonesia masih memerlukan investor asing, demikian juga dengan pengaruh
globalisasi peradaban dimana Indonesia sebagai negara anggota WTO harus membuka
kesempatan masuknya tenaga kerja asing. Untuk mengantisipasi hal tersebut
diharapkan ada kelengkapan peraturan yang mengatur persyaratan tenaga kerja
asing, serta pengamanan penggunaan tenaga kerja asing. Peraturan tersebut harus
mengatur aspek-aspek dasar dan bentuk peraturan yang mengatur tidak hanya di
tingkat Menteri, dengan tujuan penggunaan tenaga kerja asing secara selektif
dengan tetap memprioritaskan TKI.
Oleh karenanya dalam mempekerjakan
tenaga kerja asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat,
terutama dengan cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang
mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana
penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengaturan nasional
mengenai tenaga kerja asing ?
2. Bagaimana implementasi dari
pengaturan tersebut ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengaturan
Nasional Mengenai Tenaga Kerja Asing
1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun
1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)
Berbeda dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang menggunakan istilah tenaga kerja asing terhadap warga
negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indoensia (NKRI), dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), menggunakan
istilah tenaga warga negara asing pendatang, yaitu tenaga kerja warga negara
asing yang memiliki visa tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin
tetap untuk maksud bekerja (melakukan pekerjaan) dari dalam wilayah Republik
Indonesia (Pasal 1 angka 1). Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena
seorang tenaga kerja asing bukan saja datang (sebagai pendatang) dari luar
wilayah Republik Idnonesia, akan tetapi ada kemungkinan seorang tenaga kerja
asing lahir dan bertempat tinggal di Indonesia karena status keimigrasian orang
tuanya (berdasarkan asas ius soli atau ius sanguinis).
Pada prinsipnya, Keputusan Presiden
Nomor 75 Tahun 1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing
pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di
bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan
yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia,
maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai
batas waktu tertentu (Pasal 2). Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja
Indonesia kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing yang
bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja
asing. Dengan demikian penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan secara
slektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), penggunaan tenaga kerja asing di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Asing (UUPTKA). Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai
penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi diatur dalam undang-undang tersendiri,
namun sudah merupakan bagian dari kompilasi dalam UU Ketenagakerjaan yang baru.
Dalam UUK, pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII,
Pasal 42 sampai dengan Pasal 49. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban
pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki
rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu
penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA;
hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan
kerja.
UUK menegaskan bahwa setiap
pengusaha dilarang mempekerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari
Menteri. Pengertian Tenaga Kerja Asing juga dipersempit yaitu warga negara
asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam
ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada tenaga kerja
Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan
melakukan pengawasan. Dalam rangka itu, Pemerintah mengeluarkan sejumlah
perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai
pada pengawasan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh UUK antara lain :
1) Keputusan Menteri
tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal 42 ayat (5));
2) Keputusan Menteri
tentang Tata Cata Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43
ayat (4));
3) Keputusan Menteri
tentang Jabatan dan Standar Kompetensi (Pasal 44 ayat (2));
4) Keputusan Menteri
tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang di Jabat oleh Tenaga Kerja Asing
(Pasal 46 ayat (2));
5) Keputusan Menteri
tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga Pendidikan yang Dibebaskan dari
Pembayaran Kompensasi (Pasal 47 ayat (3)).
6) Peraturan Pemerintah
tentang Besarnya Kompensasi dan Penggunaannya (Pasal 47 ayat 4).
7) Keputusan Presiden
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal 49).
Sejak UUK diundangkan pada tanggal
25 Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang
tersebut, antara lain :
1) Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga
Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.
2) Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program
JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.
3) Peraturan Menteri Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk
memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional terutama dalam mengisi kekosongan
keahlian dan kompetensi di bidang tertentu yang tidak dapat ter-cover oleh
tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia
sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
Mempekerjakan tenaga kerja asing dapat dilakukan oleh pihak manapun sesuai
dengan ketentuan kecuali pemberi kerja orang perseorangan. Setiap pemberi kerja
yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri
atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan negara asing yang
mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi tenaga kerja asing
ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor :
KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu
Terhadap setiap pengajuan/rencana
penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah
maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Hal itu
bertujuan agar kehadiran tenaga kerja asing di Indoesia bukanlah dianggap
sebagai ancaman yang cukup serius bagi tenaga kerja Indonesia, justru kehadiran
mereka sebagai pemicu bagi tenaga kerja Indonesia untuk lebih professional dan
selalu menambah kemampuan dirinya agar dapat bersaing baik antara sesama tenaga
kerja Indonesia maupun dengan tenaga kerja asing. Oleh karenanya UUK, membatasi
jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Terhadap tenaga
kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau
jabatan-jabatan tertentu yang selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-jabatan di
Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.
Jabatan-jabatan yang dilarang (closed
list) ini harus diperhatikan oleh si pemberi kerja sebelum mengajukan
penggunaan tenaga kerja asing. Selain harus mentaati ketentuan tentang jabatan,
juga harus memperhatikan standar kompetansi yang berlaku. Ketentuan tentang
jabatan dan standar kompetensi didelegasikan ke dalam bentuk Keputusan Menteri.
Namun dalam prakteknya, kewenangan delegatif maupun atributif ini belum
menggunakan aturan yang sesuai dengan UUK.
Kehadiran tenaga kerja asing dapat
dikatakan sebagai salah satu pembawa devisa bagi negara dimana adanya
pembayaran kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan. Pembayaran
kompensasi ini dikecualikan pada pemberi kerja tenaga kerja asing merupakan
instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional,
lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga
pendidikan. Besanya dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri
sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga kerja asing di Indonesia
sebesar US$100. Dalam rangka pelaksanaan Transfer of Knowledge dari
tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia, kepada pemberi kerja
diwajibkan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja
pendamping (Pasal 49 UUK). Mengenai hal ini diatur dengan Keputusan Presiden
yang sampai saat ini belum ditetapkan.
3. Peraturan Menteri Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Peraturan Menteri ini dikelurakan
dalam rangka pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan
Tenaga Kerja Asing ini maka beberapa peraturan sebelumnya terkait
dengan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK ini yakni : Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP.20/MEN/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP.21/MEN/III/2004 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan
Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006 tentang
Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kepada
Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pada Jabatan Direksi atau
Komisaris; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).
1)Tata Cara Permohonan Pengesahan
RPTKA
Selain harus memiliki izin
mempekerjakan tenaga kerja asing, sebelumnya pemberi kerja harus memiliki
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk. Pasal 3 menyebutkan bahwa “pemberi kerja yang akan
mempekerjakan TKA harus memiliki RPTKA” yang digunakan sebagai dasar untuk
mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Untuk mendapatkan
pengesahan RPTKA, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis
yang dilengkapi alasan penggunaan TKA dengan melampirkan :
- formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;
- surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;
- akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
- keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
- bagan struktur organisasi perusahaan;
- surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;
- copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan; dan
- rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu apabila diperlukan.
Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud
pada huruf a memuat :
- Identitas pemberi kerja TKA;
- Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan;
- Besarnya upah TKA yang akan dibayarkan;
- Jumlah TKA;
- Lokasi kerja TKA;
- Jangka waktu penggunaan TKA;
- Penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan; dan
- Rencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
2) Pengesahan RPTKA
Dalam hal hasil penilaian kelayakan
permohonan RPTKA telah sesuai prosedur yang ditetapkan, Dirjen atau Direktur
harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Penerbitan keputusan pengesahan
RPTKA dilakukan oleh Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA sebanyak 50 (lima
puluh) orang atau lebih; serta Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang
kurang dari 50 (lima puluh) orang. Keputusan pengesahan RPTKA ini memuat :
- Alasan penggunaan TKA;
- Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
- Besarnya upah TKA;
- Jumlah TKA;
- Lokasi kerja TKA;
- Jangka waktu penggunaan TKA;
- Jumlah TKI yang ditunjuk sebagai pendamping TKA; dan
- Jumlah TKI yang dipekerjakan.
3) Perubahan RPTKA
Pemberi kerja TKA dapat mengajukan
permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA. Perubahan
RPTKA tersebut meliputi :
a. penambahan, pengurangan jabatan
beserta jumlah TKA;
b. perubahan jabatan; dan/atau
c. perubahan lokasi kerja.
4) Persyaratan TKA
Bagi Tenaga Kerja Asing yang
dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan yakni: memiliki
pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang
sesuai dengan jabatan yang akan didudukinya; bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan
keahliannya kepada tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) pendamping; dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.
5) Perizinan
Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA) diberikan oleh Direktur Pengadaan dan Penggunaan Tenaga Kerja
Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi kepada pemberi kerja tenaga kerja
asing, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk mendapatkan
rekomendasi visa (TA-01) dengan melampirkan (Pasal 23) :
- Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA;
- Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
- Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
- Copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan;
- Copy surat penunjukan tenaga kerja pendamping; dan
- Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.
Dalam hal Ditjen Imigrasi telah
mengabulkan permohonan visa untuk dapat bekerja atas nama TKA yang bersangkutan
dan menerbitkan surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa, maka
pemberi kerja TKA mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan (Pasal 24):
- copy draft perjanjian kerja;
- bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
- copy polis asuransi;
- copy surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa; dan
- foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar.
6) Perpanjangan IMTA
Mengenai perpanjangan Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28.
IMTA dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun, bila masa berlaku IMTA
belum berakhir. Oleh karena itu permohonan perpanjangan IMTA selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir.
Permohonan perpanjangan IMTA dilakukan dengan mengisi formulir perpanjangan
IMTA dengan melampirkan :
- Copy IMTA yang masih berlaku;
- Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
- Copy polis asuransi;
- Pelatihan kepada TKI pendamping;
- Copy keputusan RPTKA yang masih berlaku; dan
- Foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Perpanjangan IMTA diterbitkan oleh :
- Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah propinsi;
- Gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi untuk TKA yang lokasi kerjanya lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;
- Bupati/Walikota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota;
7) IMTA Untuk Pekerjaan Darurat
Pekerjaan yang bersifat darurat atau
pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung mengakibatkan
kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih dari 30
(tiga puluh) hari, yang mana jenis pekerjaan mendesak itu ditetapkan oleh
instansi pemerintah yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan. Permohonan
pengajuan IMTA yang bersifat mendesak ini disampaikan kepada Direktur dengan
melampirkan :
- Rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang;
- Copy polis asuransi;
- Fotocopy paspor TKA yang bersangkutan;
- Pasfoto TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
- Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank yang ditunjuk oleh Menteri; dan
- Bukti ijin keimigrasian yang masih berlaku.
8) IMTA Untuk Kawasan Ekonomi Khusus
Untuk memperoleh IMTA bagi TKA yang
bekerja di kawasan ekonomi khusus, pemberi kerja TKA harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Pejabat yang ditunjuk di kawasan ekonomi
khusus. Tata cara memperoleh IMTA di kawasan ekonomi khusus mengikuti ketentuan
dalam poin 5 (lima).
9) IMTA Untuk Pemegang Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP)
Pemberi kerja yang akan
mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib mengajukan permohonan
kepada Direktur dengan melampirkan :
- Copy RPTKA yang masih berlaku;
- Copy izin tinggal tetap yang masih berlaku;
- Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
- Copy ijasah atau pengalaman kerja;
- Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
- Copy polis asuransi; dan
- Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
10) IMTA Untuk Pemandu
Nyanyi/Karaoke
Pemberi kerja yang akan
mempekerjakan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke wajib memiliki ijin tertulis
dari Direktur. Jangka waktu penggunaan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke
diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang. Untuk
menjapatkan ijin pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan IMTA dengan
melampirkan :
- Copy ijin tempat usaha yang memiliki fasilitas karaoke;
- RPTKA yang telas disahkan oleh direktur;
- Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;
- Copy polis asuransi; dan
- Perjanjian kerja TKA dengan pemberi kerja.
11) Alih Status
Pemberi kerja TKA instansi
pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional yang akan
memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi pemerintah atau lembaga
pemerintah atau badan internasional lainnya harus mengajukan permohonan
rekomendasi alih status kepada Direktur. Rekomendasi disampaikan kepada
Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP yang digunakan sebagai
dasar perubahan IMTA atau penerbitan IMTA baru.
12) Perubahan Nama Pemberi Kerja
Dalam hal pemberi kerja TKA berganti
nama, pemberi kerja harus mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur
Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Setelah RPTKA disetujui, Direktur Penyediaan dan penggunaan
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan rekomendasi kepada
Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP sebagai dasar perubahan
IMTA, dengan terlebih dahulu menyampaikan permohonan dengan melampirkan :
- Copy RPTKA yang masih berlaku;
- Copy KITAS/KITAP yang masih berlaku;
- Copy IMTA yang masih berlaku;
- Copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
13) Perubahan lokasi Kerja
Dalam hal pemberi kerja melakukan
perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan perubahan
lokasi kerja TKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan tenaga Kerja
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan melampirkan copy RPTKA dan
IMTA yang masih berlaku.
14) Pelaporan
Pemberi kerja TKA wajib melaporkan
penggunaan TKA dan pendamping TKA di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan
sekali kepada Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan
kepada Dirjen. Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota melaporkan IMTA yang
diterbitkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan
tembusan kepada Dirjen.
15) Pengawasan
Pengawasan terhadap pemberi kerja
yang mempekerjakan TKA dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
16) Pencabutan Ijin
Dalam hal pemberi kerja
mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur atau Gubernur atau
Bupati/Walikota berwenang mencabut IMTA.
C. IMPLEMENTASI
Sejak amandemen UUD 1945, asas
otonomi daerah mendapatkan posisinya dalam Pasal 18 tentang pemerintah daerah
dan dikembangkannya sistem pemerintahan yang desentralistis melalui
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lima hal pokok
yang menjadi kewenangan Pusat Menyusul diberlakukannya otonomi daerah ini
adalah luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter, kehakiman, dan fiskal.
Masalah ketenagakerjaan pun menjadi lingkup kewenangan pemerintah daerah,
dengan menempatkannya dalam struktur organisasi dan tata kerja dalam struktur
“dinas”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pengajuan
mempergunakan tenaga kerja asing untuk pertama kalinya diajukan kepada Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selanjutnya untuk perpanjangan diajukan dan
diberikan oleh Direktur atau Gubernur/Walikota. Kondisi ini telah melahirkan
masalah baru di daerah. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kota Batam,
Sebelum diberlakukannya UUK, Pemerintah Daerah melalui seksi penempatan kerja
dan tenaga kerja asing memiliki tugas dan wewenang dalam proses pemberian izin
tenaga kerja asing di Kota Batam. Akan tetapi setelah diberlakukannya UUK,
tugas dan kewenangan seksi tereliminir. Para pengusaha yang akan mempekerjakan
tenaga kerja asing pun harus menyeberang pulau menenuju Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi di Jakarta. Tentu saja dengan mekanisme baru ini
membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Apa lagi birokrasi di
Kementerian kita masih dinilai negatif; urusan yang mudah justru dipersulit. Kerumitan
yang dipandang oleh para pengusaha yang akan meminta izin mempekerjakan tenaga
kerja asing ini menjadi sorotan terutama bagi kementerian yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam
memberikan pelayanan khususnya pemberian izin mempekerjakan tenaga kerja asing.
Selanjutnya Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi menerbitkan Surat Keputusan Nomor B.388/MEN/TKDN/VI/2005 tanggal
21 Juli 2005 yang telah disosialisasikan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Batam. SK
ini pun mendapat tanggapan keras dari kalangan pengusaha di Batam untuk dapat
meninjau kembali tentang pengesahan RPTKA. Keberatan lain yang menjadi point
penting adalah biaya yang cukup besar untuk mengurus pengajuan dan izin
penggunaan tenaga kerja asing. Pengurusan izin penempatan tenaga kerja asing
juga muncul sehubungan dengan pendapatan asli daerah (PAD) karena di dalam
kaitannya dengan dana kompensasi di Provinsi Jawa Timur terdapat sedikitnya
1400 tenaga kerja asing yang tersebar di wilayah Kabupaten/Kota. Berkaitan
dengan keberadaan tenaga kerja asing tersebut maka Pemerintah Provinsi Jawa
Timur membuat Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Izin Kerja Perpanjangan
Sementara dan Mendesak Bagi tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; yang
substansinya memberikan pembebanan kepada pengguna tenaga kerja asing di Jawa
Timur untuk membayar dana kompensasi kepada pemerintah daerah provinsi dan
hasil dana kompensasi tersebut dibagi secara proporsional kepada setiap
Kabupaten/Kota yang terdapat di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Contoh lain terdapat di Kabupaten
Bekasi yang sebagian ruang wilayah diperuntukkan bagi kawasan industri, maka
dengan didirikannya berbagai perusahaan industri, dampaknya terdapat tenaga
kerja asing yang bekerja di perusahaan-perusahaan industri di wilayah Bekasi.
Di Kabupaten Bekasi sedikitnya terdapat 1500 tenaga kerja asing, dari jumlah
tersebut sebagian besar tenaga kerja asing tersebut berasal dari Korea dan
Jepang. Terkait TKA di Kabupaten Bekasi diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun
2001 tentang Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Asing, salah satu substansi
pengaturannya berkaitan dengan kewajiban sertiap warga negara asing yang
bekerja di wilayah Kabupaten Bekasi untuk menyetor uang sebesar US$100 per
bulan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi. Secara ekonomis ketentuan tersebut
menghasilkan dana untuk pemerintah Kabupaten, karena dimasukkan ke dalam
Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi dan secara tidak
langsung Mekanisme tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk dari pengawasan
tidak langsung, karena setiap bulan akan diketahui berapa jumlah tenaga kerja
asing yang ada di Kabupaten Bekasi. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah dana
yang Disetor setiap bulan dari para pengusaha kawasan industri di Kabupaten
bekasi ke Kas Pemda Bekasi.
Namun demikian menurut Pemda Bekasi
keberadaan tenaga kerja asing di Bekasi belum memberikan keuntungan bagi
pembangunan di wilayahnya, Salah satu alasannya pemasukan pajak tenaga kerja
asing sebesar Rp 23 milyar wajib disetor ke Pemerintah Pusat, karena
berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2005 dana tersebut
merupakan pendapatan non pajak dan hak pemerintah pusat. BPK mengatakan dana
tersebut bersumber dari dana pengembangan ketrampilan kerja (DPKK), padahal dana
tersebut merupakan uang hasil pungutan dari seluruh tenaga kerja asing yang
bekerja di wilayah Bekasi. Perda Nomor 19 Tahun 2001 mempertimbangkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Dalam undang-undang tersebut disebutkan
daerah memiliki kewenangan mengatur keberadaan tenaga kerja asing demi
pembangunan daerah, hal ini berarti pungutan yang berasal dari tenaga kerja
asing seharusnya juga menjadi sumber pendapatan asli daerah. Sedangkan
pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan menyatakan pungutan terhadap
tenaga kerja asing sebagai pendapatan non pajak Kementerian Keuangan menyatakan
pungutan tersebut harus di setor kepada Pemerintah Pusat.
Dengan demikian terjadi perbedaan
pemahaman antara Pusat dan Daerah soal tenaga kerja asing yang dapat menimbulkan
permasalahan dan ketidakpastian hukum. Hal tersebut tidak perlu terjadi karena
dengan tuntutan instansi/lembaga pemerintah di daerah untuk menjalankan otonomi
di daerahnya, dalam rangka ketenagakerjaan telah dikeluarkan Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan
Kota. Pada Lampairan Keputusan Mendagri, khususnya Pada Bidang Ketenagakerjaan
angka romawi I huruf A: Penempatan dan pendayagunaan, angka 7 : Perizinan dan
Pengawasan, perpanjangan izin penggunaan tenaga Kerja asing, disebutkan bahwa
kewenangan yang dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota adalah :
- Penelitian pelengkapan persyaratan perizinan (IKTA);
- Analisis jabatan yang akan diisi oleh tenaga kerja asing
- Pengecekan kesesuaian jabatan dengan Positif List tenbaga kerja asing yang akan dikeluarkan oleh DEPNAKER;
- Pemberian perpanjangan izin (Perpanjangan IMTA);
- Pemantauan pelaksanaan kerja tenaga kerja asing; dan
- Pemberian rekomendasi IMTA.
Terkait permohonan IKTA dalam rangka
penenaman modal asing, didasarkan pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi Nomor KEP-105/MEN/1977 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Kerja Bagi tenaga Kerja Asing yang akan bekerja dalam rangka
Koordinasi penanaman modal, diatur bahwa IKTA dikeluarkan oleh Ketua Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Namun berdasarkan Kepmenaker Nomor
KEP-03/MEN/1990 bahwa permohonan IKTA yang diajukan oleh pemohon yang merupakan
perusahaan dalam rangka PMA dan PMDN, disampaikan kepada Ketua BKPM (Pasal 9
ayat 2). Kemudian Ketua BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan IKTA
dengan tembusan disampaikan kepada instansi teknis (Pasal 10 ayat 2 dan 3).
Selanjutnya pengaturan secara teknis
tentang tata cara permohonan penyelesaian IKTA bagi perusahaan dalam rangka PMA
dan PMDN, wajib menyesuaikan dan mengikuti ketentuan dalam Kepmenaker Nomor
KEP-416/MEN/1990 (Pasal 21). Namun berdasarkan Kepmenaker Nomor
KEP-169/MEN/2000 tentang Pencabutan Kepmenaker Nomor KEP-105/MEN/1977 Tentang
pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Kerja bagi Tenaga Kerja Asing yang akan
bekerja dalam rangka Koordinasi Penanaman Modal dan Kepmenaker Nomor
KEP-105/MEN/1985 tentang Penunjukan Ketua BKPM untuk mensahkan (RPTKA) dalam
rangka penanaman modal, mencabut wewenang pemberian izin kerja (IKTA) oleh
Ketua BKPM dalam rangka penanaman modal (sejak tanggal 1 Juli 2000).
Selanjutnya pemberian IKTA dilaksanakan oleh Menteri Tenaga Kerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
III
PENUTUP
A.
PENUTUP
Berdasarkan uraian terdahulu, dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketentuan mengenai tenaga kerja
asing di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, tidak diatur lagi dalam suatu peraturan
perundang-undangan tersendiri seperti dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun
1958 tentang penempatan tenaga kerja asing, tetapi merupakan bagian dari
kompilasi dalam UUK yang baru tersebut. Ketentuan mengenai penggunaan
tenaga kerja asing dimuat pada Bab VIII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49.
Namun demikian untuk dapat melaksanakan undang-undang yang baru masih
banyak kendala terutama dalam menggalakkan investasi karena sejumlah
peraturan yang melengkapi kelancaran program penggunaan tenaga kerja asing
belum siap, sejauh ini baru Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008
Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang sudah ada disamping 3
Permenaker yang lain untuk mengisi kekosongan hukum dengan belum terbitnya
peraturan-peraturan yang diperlukan maka peraturan yang lama sementara
masih diberlakukan.
2. Penempatan tenaga kerja asing
dapat dilakukan setelah pengajuan rencana penggunaan tenaga kerja asing
(RPTKA) disetujui oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan
mengeluarkan izin penggunaan tenaga kerja asing. Untuk dapat bekerja di
Indonesia, tenaga kerja asing tersebut harus mempunyai izin tinggal
terbatas (KITAS) yang terlebih dahulu harus mempunyai visa untuk bekerja
di Indonesia atas nama tenaga kerja asing yang bersangkutan untuk
dikeluarkan izinnya oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum
dan HAM.
3. Tenaga ahli yang didatangkan
dari luar negeri oleh perusahaan pemerintah/swasta hendaknya benar-benar
tenaga ahli yang terampil sehingga dapat membatu proses pembangunan
ekonomi dan teknologi di Indonesia. Untuk itu proses alih teknologinya
kepada TKI baik dalam jalur menajerial maupun profesionalnya harus
mendapat pengawasan yang ketat dengan memberikan sertifikasi kepada tenaga
ahli tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tempointeraktif.com, diakses tanggal 22 Mei 2011.
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.01.HT.04.02 Tahun 1997 Penggunaan Ahli Hukum Warga Negara Asing oleh Kantor
Konsultan Hukum Indonesia
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigarasi Nomor 223
Tahun 2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari
Kewajiban Membayar Kompensasi.
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)
Kompas.com, Dilema Indonesia dalam ACFTA, diakses
tanggal 11 Mei 2011
Laporan Akhir Penelitian: Permasalahan Hukum
Ketenagakerjaan di Indonesia, BPHN, Tahun 2005.
Laporan, “Survey Nasional Tenaga Kerja Asing di
Indonesia”, Bank Indonesia, Tahun 2009.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.09-Pr.07.10
Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Hukum dan HAM RI
Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata
Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.