Dzawil Furud dan Dzawil Arham, MK Ahli Waris

Dzawil Furud dan Dzawil Arham, MK Ahli Waris


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara bahasa, kata furudh mempunyai enam arti yang berbeda yaitu al-qth’ ‘ketetapan yang pasti’ at-taqdir ‘ketentuan’ dan al-bayan ‘penjelasan’. Sedangkan menurut istilah, fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu.Di dalam al-qur’an, kata furudh muqaddarah ( yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 jenis pembagian, yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Dalam makalah ini akan dibahas dengan rinci mengenai kewarisan dan pembagian-pembagian yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini untuk memperjelas bagaiaman pembagian-pembagian dari kewarisan tersebut yang menurut penyusun masih banyak masyarakat yang masih menganggap remeh masalah kewarisan ini, padahal hal ini telah dijelaskan dalam Syariat Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Ahli Waris ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Dzawil furudh ?
3.      Apa yang dimaksud dengan Dzawil Arham ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Ahli waris
Yang dimaksud dengan ahli waris ialah orang yang berhak memperoleh peninggalan (warisan) dari seorang yang telah meninggal dunia.
Ada 25 ahli waris yang diatur dalam ketentuan hukum waris islam,yang dapat mewarisi harta pewaris yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Ahli Waris Laki-Laki Terdiri Dari:
1.      Anak laki-laki
2.      Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah
3.      Ayah
4.      Kakek dari ayah dan terus ke atas
5.      Saudara laki-laki kandung
6.      Saudara laki-laki seayah
7.      Saudara laki-laki seibu
8.      Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
9.      Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
10.  Paman yang sekandung dengan ayah
11.  Paman yang seayah dengan ayah
12.  Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah
13.  Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah
14.  Suami
15.  Orang laki-laki yang memerdekakan budak
            Jika ahli waris laki-laki tersebut semua ada, maka yang mendapat bagian  hanya tiga orang,yaitu:
1.      Anak laki-laki
2.      Suami
3.      Ayah
Ahli Waris Perempuan Terdiri Dari:
1.      Anak perempuan
2.      Cucu perempuan dari anak laki-laki,dan terus kebawah
3.      Ibu
4.      Nenek (ibu dari ibu) dan terus ke atas
5.      Nenek (ibu dari ayah),dan terus kebawah
6.      Saudara perempuan kandung
7.      Saudara perempuan seayah
8.      Saudara perempuan seibu
9.      Istri
10.  Orang perempuan yang memerdekakan budak
            Jika semua ahli waris perempuan tersebut ada,maka yang mendapat bagian hanya lima orang,yaitu:
1.      Anak perempuan
2.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
3.      Ibu
4.      Saudara perempuan kandung
5.      Istri
            Jika ahli waris laki-laki dan perempuan sejumlah 25 orang tersebut semua ada, maka yang mendapat bagian adalah:
1.      Ayah
2.      Ibu
3.      Anak laki-laki
4.      Anak perempuan
5.      Suami atau istri

B.  Dzawil Furud (Ashabul Furud)
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan jumlahnya untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’
Secara bebas, arti lugowi zawi al-furud adalah orang-orang yang mempunyai saham (bagian) pasti. Secara istilahi zawi al-furud adalah ahli waris yang sahamnya telah ditentukan secara terperinci (1/2,1/3,1/4, 1/5, atau 1/8  dari warisan ).
Ashabul furud ada dua macam:
1.      Ashabul furudh sababiyyah
Yaitu ahli waris yang disebabkan oleh ikatan perkawinan. Yakni: Suami danIsteri
2.      Ashabul furudh nasabiyyah
Yaitu ahli waris yang telah ditetapkan atas dasar nasab. Yakni:
a.       Ayah
b.      Ibu
c.       Anak perempuan
d.      Cucu perempuan dari garis laki-laki
e.       Saudara perempuan sekandung
f.       Saudara perempuan seayah
g.      Saudara laki-laki seibu
h.      Saudara perempuan seibu
i.        Kakek shahih
j.        Nenek shahih.
Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:
1.      Yang mendapat dua pertiga (2/3)
a.       Dua anak perempuan atau lebih, bila tidak ada anak laki-laki.
b.      Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.
c.       Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih.
2.      Yang mendapat setengah (1/2)
a.       Anak perempuan kalau dia sendiri
b.      Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak perempuan
c.       Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuansebapak seibu tidak ada, dan dia seorang saja
d.      Suami bila isteri tidak punya anak
3.      Yang mendapat sepertiga (1/3)
a.       Ibu, bila tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak ada pula dua orangsaudara
b.      Dua orang saudara atau lebih dari saudara seibu.
4.      Yang mendapat seperempat (1/4)
a.       Suami, bila istri ada anak atau cucu
b.      Isteri, bila suami tidak ada anak dan tidak ada cucu. Kalau isteri lebih dari satu makadibagi rata.
5.      Yang mendapat seperenam (1/6)
a.       Ibu, bila beserta anak dari anak laki-laki atau dua orang saudara atau lebih.
b.      Bapak, bila jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki.
c.       Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.
d.       Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih) bila bersama seorang anakperempuan. Bila anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak mendapatharta warisan.
e.       Kakek, bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, dan bapak tidak ada.
f.       Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih), bila beserta saudara perempuanseibu sebapak. Bila saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka saudara perempuansebapak tidak mendapat warisan.
6.      Yang mendapat seperdelapan (1/8)
a.       Isteri (satu atau lebih), bila ada anak atau lebih.

C.  Dzawil Arham
Dzawil Arham ialah orang-orang yang secara hukum memiliki kekerabatan dengan orang yang meninggal, namun mereka bukanlah ahli waris.
Secara istilah mereka bukanlah termasuk orang-orang mendapat bagian waris tertentu yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan Hadits (ash-habul furud), dan juga
tidak termasuk pada golongan an ashabah.
Beberapa pendapat ulama mengenai masalah kewarisan dzawil arham antara lain :
  1. Golongan pertama, orang yang menjadi keturunan si mati melalui jalur keturunan ke bawah, mereka itu adalah :
    1. Cucu dari anak perempuan dan terus ke bawah, baik laki-laki atau perempuan.
    2. Cicit dari cucu perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah, baik laki-laki atau perempuan.
2.       Golongan kedua, orang yang menjadi asal keturunan si mati (jalur keturunan ke atas). Mereka adalah :
    1. Kakek yang tidak shahih (tidak langsung) terus ke atas, seperti ayahnya ibu dan kakeknya ibu.
    2. Nenek yang tidak shahih (tidak langsung) terus ke atas, seperti ibu dari ayahnya ibu dan ibu dari ibunya ayah.
3.      Golongan ketiga, orang yang dinasabkan kepada kedua orang tua si mati (kerabat jalur samping). Mereka adalah :
    1. Anak-anak dari saudara perempuan sekandung/seayah/seibu, baik laki-laki atau perempuan.
    2. Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung/seayah/seibu dan anak-anak keturunan mereka terus ke bawah.
    3. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan semua keturunannya seperti : cucu laki-laki dari anak laki-laki saudara seibu, atau cucu perempuan dari anak laki-laki saudara seibu.
  1. Golongan keempat, orang yang dinasabkan kepada kedua kakek atau kedua nenek orang yang mati, baik dari jihat ayah atau jihat ibu. Mereka adalah :
    1. Semua bibi dari pihak ayah orang yang mati (bibi sekandung/seayah/seibu), juga paman-paman dari pihak ibu si mayat, juga bibi dari pihak ibu si mayat dan semikian pula paman-pamannya ibu.
    2. Anak-anak bibi dari pihak ibu, dan anak-anak paman dari pihak ibu, dan anak-anak paman ibu dari pihak bapaknya ibu, terus ke bawah.
    3. Bibi ayah si mati dari pihak ayahnya, baik sekandung/seayah/seibu, paman-pamannya ibu dari bapaknya ibu, dan bibi-binya ibu dari bapaknya ibu, juga khal dari ibu dan khalah dari ibu, baik sekandung/seayah.
    4. Anak-anak dari golongan tersebut (no. 3) dan terus ke bawah, seperti anak laki-laki dari bibinya ayah dan anak perempuan dari bibinya ayah, dan seterusnya.
    5. Paman kakek mayit dari pihak ibu, paman nenek mayit dari pihak bapak, paman-paman dan bibi-bibi nenek dari pihak ibu dan bibinya kakek atau nenek dari pihak ibu.
    6. Anak-anak mereka (no. 5) terus ke bawah.
Cara-cara kewarisan dzawil arham ini, rinciannya dianalogikan kepada jihad ashabah, yaitu: Mereka yang pertama kali memperoleh bagian adalah anak turunan (jihat bunuwah).Jika jihat ini tidak ada maka digantikan oleh orang tua si mati terus ke atas (jihat ubuwah).Bila tidak ada maka digantikan oleh jihat ukhuwah.Bila juga tidak ada barulah keturuna bibi dari ayah dan paman dari ibu (jihat umumah dan jhat khalah).Dan bila tidak ada maka baru kemudian anak-anak mereka dan orang-orang yang statusnya menggantikan mereka, seperti anak perempuan dari paman sekandung/seayah.
Beberapa syarat kewarisan dzawil arham :
  1. Harus tidak ada ashabul furud. Karena jika ada ashabul furud, maka ia mengambil bagiannya sebagai ashabul furud dan sisanya diambil dengan jalan rad.
  2. Harus tidak ada orang yang mendapatkan bagian ashabah. Tetapi, bila ahli warisnya itu hanya salah seorang suami atau isteri, maka salah satu dari keduanya mengambil bagiannya sebagai ashabul furud. Sedangkan sisanya diserahkan kepada dzawil arham, karena rad kepada salah seorang suami/isteri dilaksanakan setelah kewarisan dzawil arham.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Ahli waris ialah orang yang berhak memperoleh peninggalan (warisan) dari seorang yang telah meninggal dunia. Ada 25 ahli waris yang diatur dalam ketentuan hokum waris islam,yang dapat mewarisi harta pewaris yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan jumlahnya untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’
Dzawil Arham, ialah orang-orang yang secara hukum memiliki kekerabatan dengan orang yang meninggal, namun mereka bukanlah ahli waris.



DAFTAR PUSTAKA
Drs.H.Suparman Usman,S.H & Drs.Yusuf Somawinata.Fiqh Mawaris;Sebtamber 1997:Gaya Media Pratama Jakarta