BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri,
dengan kata lain memerlukan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Maka
daripada itulah manusia hidup berkelompok dalam berbagai macam suku yang
memiliki budaya, adat istiadat ataupun kebiasaan daerahnya masing-masing. Yang
mana kebuadayaanya itu adalah hasil turun temurun dari nenek moyang mereka
untuk menjaga adat kebudayaannya agar tetap utuh.
Budaya-budaya yang dianut, tentunya diyakini oleh segolongan
manusia dan mendarah daging dalam kehidupannya untuk selalu melaksanakan apa
yang dimiliki oleh kebudayaannya sendiri. Dan tentu saja di dalam kebuadayaan
itu terdapat sebuah adat istiadat yang mengatur kehidupan manusia, baik itu
adalah sebuah larangan, perintah dan kebolehan terhadap sesuatu. Dalam makalah
ini akan dibahas tentang “Hukum Adat Delik”, yang mana mencakup sebuah
adat yang di dalamnya terkandung beberapa macam unsur yang mengarah kepada
larangan untuk melakukan sesuatu dalam suatu adat yang menganut hukum yang
diyakininya.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana Definisi Hukum Adat delik ?
- Bagaimana Lahirnya Hukum Adat Delik ?
- Bagaimana Ruang Lingkup Hukum Adat Delik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Hukum Adat Delik
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, Hukum adalah Peraturan
yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk
orang banyak. Sedangkan Adat adalah aturan (perbuatan) yang lazim diturut atau
dilakukan sejak dahulu kala. Adapun Delik memiliki beberapa pengertian :
1. Delik adalah peristiwa (perbuatan)
yang dapat dihukum (karena melanggar undang-undang).
2. Delik adalah perbuatan yg tidak
diperbolehkan dalam masyarakat (Van Vollen Hoven)
3. Delik adalah sesuatu yang
mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat (Ter Haar).
4. Delik adalah segala yang
bertentangan dengan peraturan hukum adat merupakan perbuatan ILLEGAL &
hukum adat mengenal upaya-upaya untuk memperbaiki hukum jika hukum itu
diperkosa (Soepomo)
5. Soerojo Wignjodipoero berpendapat : Delik
adalah suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan & kepatutan yang
hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta
keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi
adat.
Meninjau dari beberapa pendapat tentang definisi dari Hukum
Adat Delik, penulis memberikan arahan bahwa daripada Hukum adat delik adalah
sesuatu larangan yang akan dihukum bagi yang melaksanakannya karena menggangu
sebuah adat yang dimilki suatu golongan tertentu.
B.
Lahirnya Hukum Adat Delik
Berdasarkan teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa
suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala
diputuskan & dipertahankan oleh petugas hukum. Karena manusia itu melakukan
sebuah tindakan yang dianggap salah, maka dibuatlah hukuman bagi orang yang
melakukan tindakan itu. Maka dari pada itulah lahirnya sebuah delik
(Pelanggaran) adat adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat.
Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya
suatu perbuatan yang tadinya bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik
oleh hakim (kepala adat) karena menentang tata tertib masyarakat sehingga perlu
ada reaksi (upaya) adat untuk memulihkan kembali. Maka daripada itulah hukum
delik adat akan timbul, seiring berkembang dan lenyap dengan menyesuaikan diri
dengan perasaan keadilan masyarakat.
C.
Ruang Lingkup Hukum Adat Delik
Peraturan UU tahun 1918 hukum delik adat berlaku di
wilayah masing-masing: Tahun 1918 berlaku KUHP, unifikasi hakim pidana berdasar
Pasal 1 KUHP (asas legalitas), “Nullum delictum noela poena sine praevia
lege poenali”. Konsekuensinya: Pengadilan Negeri (Landraad) tidak dapat
lagi mengadili delik-delik adat. Tahun 1951 berdasar Pasal 5 ayat (3) UU
Darurat No.1 Tahun 1951 terdapat pengakuan kembali bahwa “hukum yang hidup” (hukum
adat) dapat menjadi sumber hukum pidana tertulis (KUHP) selama tidak ada
padanan/kesamaan pengaturan dalam KUHP. Dalam pasal 1 ayat (3) RUU KUHP,
menyatakan bahwa asas legalitas tidak boleh ditafsirkan sebagaimana “…mengurai
berlakunya hukum yang hidup yang menentukan bahwa adat setempat seseorang patut
dipidana bilamana perbuatan itu tdk ada persamaan dalam peraturan
perundang-undangan”. Dengan kata lain RUU KUHP, tidak bersifat mutlak atau
bersifat terbuka.
Adat atau sebuah kebiasaan yang menjadi kebudayaan yang
telah mendarah daging pada sebuah masyarakat, akan sulit untuk merubahnya.
Karena dalam kaidah Ushul Fiqih “Kebiasaan itu menjadi Hukum”, dengan
kata lain adat yang ada dalam suatu golongan menjadi hukum dalam kehidupannya
sehari-hari yang mana akan sangat sulit untuk merubahnya ke arah adat yang
lain. Seperti seorang Muslimah yang sudah baligh (dewasa) membuka jilbabnya
dengan tanpa alasan yang jelas, dalam islam itu adalah suatu perbuatan delik
yang kotor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbicara tentang
Hukum Adat Delik, sangat erat kaitannya dengan larangan yang akan dikenakan hukum bagi yang melaksanakannya
karena menggangu sebuah adat yang dimilki suatu golongan tertentu. Hukum Adat
Delik ini lahir secara tidak sadar, jika dalam suatu peraturan adat ada hukum
tidak tertulis yang berlaku. Dalam hal ini jika adanya suatu pelanggaran dalam
suatu adat tertentu, maka kepala suku adat tersebut mengambil tindakan untuk
segera memulihkan kembali keadaan.
Hal inilah yang kemudian menjadi
dasar sehingga diundangkannya Hukum Adat Delik ini, sehingga pada Tahun 1951
berdasar Pasal 5 ayat (3) UU Darurat No.1 Tahun 1951 terdapat pengakuan kembali
bahwa “hukum yang hidup” (hukum adat) dapat menjadi sumber hukum pidana
tertulis (KUHP) selama tidak ada padanan/kesamaan pengaturan dalam KUHP.
B. Saran-Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat,
semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah khususnya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karenanya,
saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Blog, lapena’s Site,
September 8 2009, ’08 2:23 AM
Hakim, Abdul
Hamid.”AL-BAYAN”, Jakarta: Maktabah Sa’adiah Putra, ____.
Poerwardarminta,
1976,”KAMUS UMUM BAHSA INDONESIA”, Jakarta: PN BALAI PUSTAKA.
RUU KUHP
UUD 45
Website, Celestial Exploring
“Hukum-Delik-Adat”, KAGAYA. September 28, 2009, 9:56:06 PM
0 Komentar